VONIS.ID - Dugaan praktek mafia tanah dan pelanggaran putusan hakim di Samarinda kembali menyeruak pada Kamis (27/2/2025). Pada dugaan itu, mahasiswa yang tergabung dalam Front Aksi Mahasiswa (FAM) Kalimantan Timur (Kaltim) menggeruduk kantor Komisi Yudisial Kaltim dan kantor Pengadilan Negeri Samarinda.
"Sengketa tanah di kota Samarinda seakan tidak ada habisnya, banyak faktor penyebab terjadinya sengketa tanah seperti administrasi pencatatan tanah yang amburadul, hingga persekongkolan mafia tanah dan mafia hukum yang kerap merampas tanah secara terstruktur dan sistematis," seru Nazar Korlap Aksi FAM Kaltim di depan kantor Komisi Yudisial Kaltim.
Lanjut dijelaskannya, dugaan praktek mafia tanah dan persekongkolan hukum itu membuat seorang masyarakat di Samarinda bernama Soetiawan Halim kehilangan tanah miliknya, yang terletak di Jalan HM Ardans (Ring Road III), Kota Samarinda.
"Berdasarkan kajian yang kami lakukan terdapat beberapa kekeliruan dan kurang telitinya hakim dalam mendalami peristiwa dan fakta-fakta yang ada," seru Nazar.
"Kejanggalan pertama adalah terkait objek sengketa. Dimana objek yang didalilkan oleh saudara Tomy Mawengkang (penggugat) menyebutkan tanah (Soetiawan Halim) yang berada di Jalan Ring Road III yang beralamat di Kelurahan Sempaja Utara yang kemudian telah berubah menjadi Kelurahan Air Hitam Kecamatan Samarinda Ulu menimbulkan pertanyaan besar," tambahnya lagi.
Sementara dalam telaah FAM Kaltim, ditemukan fakta bahwa Kelurahan Sempaja Utara tidak pernah berubah menjadi Kelurahan Air Hitam. Hal itupun telah diperkuat dengan Surat dari Kelurahan Samarinda Ulu Nomor : 100/023/400.07 yang diterbitkan pada tanggal 03 Februari 2025 yang dimana dalam salah penyampaiannya adalah bahwa Kelurahan Air Hitam tidak pernah dimekarkan menjadi Kelurahan Sempaja Utara. Adapun Kelurahan Sempaja Utara pemekaran dari kelurahan sempaja berdasarkan perda kota samarinda Nomor: 01 tahun 2006.
"Kejanggalan lainnya muncul ketika mejelis hakim mengalahkan Bapak Soetiawan Halim dengan sertipikat HM No. 4138/Kel. Air Hitam dari tanggal 15-02-1996 dinyatakan kalah oleh majelis hakim yang di pimpin Jemmy Tanjung Utama, S.H.,M.H bersama Nur Salamah, S.H. dan Elin Pujiastuti, S.H.,M.H dan memenangkan sertipikat milik Tomy wamengkang Sertipikat HM No. 1044/ Kel. Sempaja utara dari tanggal 26-06-1998 menjadi tanggal 05-05-2015," bebernya.
Padahal, lanjut Nazar, sikap hukum Mahkamah Agung (MA), bahwa apabila terdapat sertifikat ganda atas bidang tanah yang sama, maka bukti hak yang paling kuat adalah sertifikat hak yang terbit lebih dahulu, telah menjadi yurisprudensi tetap. Atas sikap hukum MA tersebut menjadi pertanyaan besar atas keprofesionalan hakim dalam memimpin dan memutuskan suatu perkara.
"Berdasarkan uraian diatas maka kami dari Front Aksi Mahasiswa Kalimantan Timur :
1. Mendesak Komisi Yudisial Melalui Kewenangannya Untuk Memanggil dan Memeriksa Jemmy Tanjung Utama, S.H.,M.H bersama Nur Salamah, S.H. dan Elin Pujiastuti, S.H.,M.H Yang Di Duga Telah Lalai dan Kurang Profesional dalam Memimpin Persidangan Perkara No. 84/PDT.G/2024/PN SMR Yang Merugikan.
2. Mendesak Kejati Kaltim Melaui Satgas Mafia Tanah Untuk Memberantas dan Memeriksa Kasus Ini Karena Kuat Dugaan Adanya Mafia Tanah Dan Mafia Peradilan.
3. Mendukung Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur Untuk Mengembalikan Marwah Penegakan Hukum Dengan Memberikan Keputusan Secara Adil, Arif dan Bijaksana," tekannya.
Menyikapi tuntutan FAM Kaltim, Asisten Bidang Pemantauan Komisi Yudisial Kaltim, Abdul Ghofur mengapresiasi laporan yang diberikan para mahasiswa.
"Tentu kami sangat mengapresiasi teman teman mahasiswa. Karena ini bagian dari mengawal peradilan yang bersih. Namun kami dari Komisi Yudisial, penghubung wilayah Kalimantan Timur akan bergerak sesuai dengan peraturan yang ada pada kami. Sesuai tupoksi, tidak lebih daripada itu," jawabnya.
Lanjut dijelaskannya, apabila ada dugaan pelanggaran kode etik hakim, pihak Komisi Yudisial Kaltim akan sangat terbuka dan menerima laporan itu.
"Langkah awal kami melakukan analisa dari laporan itu. Kemudian kami akan melaporkannya ke KY RI pusat. Karena tupoksi itu ada di sana, saat melakukan pemanggilan dan pemeriksaan. Itu bukan ranah kami. Karena setiap laporan diperiksa secara administrasi, dugaannya dianalisa. Bahkan sampai meminta keterangan pelapor maupun terlapor. Seperti itu," tandasnya.
Setelah menggeruduk kantor Komisi Yudisial Kaltim, puluhan mahasiswa melanjutkan aksi mereka di depan kantor Pengadilan Negeri Samarinda. Dengan pengawalan ketat dari aparat kepolisian, aksi puluhan mahasiswa itu berlangsung cepat dan damai.
Meski dalam aksi tersebut mahasiswa telah menyuarakan tuntutanya, namun pihak Pengadilan Negeri Samarinda tak bergeming dan tak menemui para mahasiswa hingga akhirnya aksi dibubarkan menjelang sore.
(tim redaksi)